Jumat, 09 November 2012

model implementasi (IEKP)


                                              
1.      Kebijakan distributive,
Kebijakan KIA (Kartu Intensif Anak) di Surakarta

Ø  Deskripsi Program
a)      Devinisi  kebijakan KIA (Kartu Intensif Anak),  
KIA adalah Kartu yang diterbitkan oleh Dinas  Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kota Surakarta untuk anak yang berdomisili di  Kota Surakarta, berusia dibawah  18 ( delapan belas ) tahun dan  atau belum menikah. Latar belakang pembuatan KIA adalah Tingkat kesadaran masyarakat dalam rangka mencari Akta Kelahiran masih belum optimal, Untuk mempercepat tercapainya cakupan dan penuntasan Akta Kelahiran dan Untuk memberikan motivasi dan rangsangan kepada masyarakat agar yang bersangkutan dapat segera mengurus Akta Kelahiran bagi anaknya, Identitas diri setiap anak harus diberikan sejak kelahiran yang dituangkan dalam akta kelahiran. Tanggungjawab pemerintah sampai dengan tingkat kelurahan yang dilaksanakan secara gratis.
KIA ini dibuat dengan maksud untuk mendukung peningkatan kesejahteraan anak sebagaitataran kehidupan dan penghidupan anak yang dapat menjamin pertumbuhan dan perkembangannya dengan wajar, baik secara rohani, jasmani maupun sosial serta juga demi terpenuhinya hak- hak anak dalam terciptanya kesejahteraan anak. KIA juga mendukung RENSTRANAS tahun 2011, bahwa semua anak Indonesia tercatat kelahirannya; mendukung RENSTRA Kota Surakarta Tahun 2011, bahwa semua anak Surakarta tercatat kelahirannya; mendukung program kota Surakarta sebagai Kota Layak Anak.
b)      Tujuan dari dari kebijakan KIA ini  adalah Sebagai Kartu Insentif Anak yang berdomisili di Kota Surakarta serta memberikan fasilitas tertentu pada berbagai bidang sesuai kebutuhan anak.
Sasaran dari kebijakan KIA adalah untuk anak yang berdomisili di  Kota Surakarta, berusia dibawah  18 ( delapan belas ) tahun dan  atau belum menikah
c)      Implementor/Aktor/pihak yang terlibat (stakeholders) dalam kebijakan KIA ini antara lain adalah pihak pemerintah kota Surakarta sebagai pembuat kebijakan juga salah satu pihak yang terlibat mengimplementasikan kebijakan ini, pemerintah kota merupakan pihak yang memfasilitasi pembuatan KIA yang ditangani langsung oleh dinas kependudukan dan catatan sipil kota Surakarta. Selanjutnya pihak yang kedua adalah pengusaha atau pihak swasta yang menyediakan jasa-jasa dari KIA sendiri, pihak-pihak swasta tersebut dibagi menjadi empat bagian, pendidikan/ khursus, kesehatan, olahraga dan Boga atau kuliner, pihak-pihak tersebut antara lain dari pendidikan/ khursus = PT. Gramedia, Pusat Buku Sekawan, Toko Buku Toga Mas, ELTI Gramedia, ELC, Alfabank; kesehatan = PT. Askes, Optik Pranoto, Solo Optik; Olahraga = The Sunnan Hotel, PDAM Surakarta, Yayasan Gelora Manahan; dan Boga = Resoran Taman Pring Sewu, Mie Gajah Mas, Che’es Resto, dll.
d)     Keuntungan dan kerugian tiap-tiap actor/stakeholders
Pemerintah Kota Surakarta
         Keuntungan : orang tua yang ingin anaknya memiliki KIA harus mendaftar sesui prosedur, salah satu prosedurnya adalah memiliki akte kelahiran, jadi dengan adanya KIA akan memberikan keuntungan bagi pemerintah kota mempermudah dalam mendata penduduk yang ada di Surakarta karena seringkali orang tua malas membuatkan akte kelahiran untuk anak mereka sehingga keberadaan anak tidak di ketahui oleh pemerintah. KIA ini juga membantu pemerintah untuk meningkatkan kesejahteraan penduduk khususnya anak-anak serta mensukseskan program kota layak anak yang ada di Surakarta.
         Kerugian : pemerintah daerah harus mengeluarkan anggaran tambahan, menambah APBD untuk keperluan KIA ini.
Perusahaan – perusahaan swasta
         Keuntungan : perusahaan-perusahaan tersebut mendapat lebih banyak pengunjung dan konsumen, sehingga barang-barang atau jasa yang mereka tawarkan akan lebih diminati oleh konsumen.
         Kerugian : KIA memberikan intensif bagi anak-anak yang memilikinya, selain menguntungkan perusahaan karena banyak konsumen namun juga harus sedikit memberikan kerugian untuk memberikan diskon-diskon khusus pada anak-anak yang memiliki KIA.

Ø  Model Implementasi yang tepat
Model implementasi yang tepat untuk pelaksanaan kebijakan KIA (Kartu Intensif Anak) ini adalah mekanisme pasar

Ø  Alasan
Model mekanisme pasar dinilai lebih tepat untuk implementasi KIA (Kartu Intensif Anak) karena model mekanisme pasar memberikan intensif bagi yang melaksanakan atau mengikuti kebijakan KIA (Kartu Intensif Anak) sedangkan untuk yang tidak melaksanakan kebijakan ini tidak akan mendapat intensif namun juga tidak mendapatkan sanksi. KIA di peruntukkan untuk anak-anak di Surakarta, targetnya saat ini adalah 1000 anak. Karena maksud pembuatan kebijakan agar anak lebih sejahtera serta keuntungan bagi anak dan tidak memberikan sanksi apapun bagi yang tidak memiliki KIA maka kebijakan ini tepat diimplementasikan dengan model mekanisme pasar.
2.      Kebijakan Redistributiv,
Kebijakan BLT (Bantuan Langsung Tunai) untuk Rumah Tangga Sasaran

Ø  Deskripsi Kebijakan
a)      Definisi Kebijakan BLT (Bantuan Langsung Tunai) untuk Rumah Tangga Sasaran
Kebijakan in adalah dalam rangka kompensasi pengurangan subsidi BBM, Program BLT-RTS  pelaksanaannya harus langsung menyentuh dan memberi manfaat langsung kepada masyarakat miskin, mendorong tanggung jawab sosial bersama dan dapat menumbuhkan kepercayaan masyarakat kepada perhatian pemerintah yang secara konsisten benar-benar memperhatikan Rumah Tangga Sasaran yang pasti merasakan beban yang berat dari kenaikan harga BBM. Segala biaya yang diperlukan dalam rangka penyiapan, pelaksanaan, pengendalian, dan pengawasan program pemberian bantuan langsung tunai kepada rumah tangga sasaran. Program ini merupakan bentuk bantuan yang diberikan pemerintah kepada masyarakat miskin. Program tersebut berupa bantuan subsidi langsung tunai tanpa adanya syarat kepada rumah tangga miskin.
b)      Tujuan  BLT-RTS : 1) Membantu masyarakat miskin agar tetap dapat memenuhi kebutuhan dasarnya; 2) Mencegah penurunan taraf kesejahteraan masyarakat miskin akibat kesulitan ekonomi; 3) Meningkatkan tanggung jawab sosial bersama. Pencapaian tujuan Program BLT-RTS dapat dicapai jika semua pihak dari pusat sampai desa/kelurahan bersamasama masyarakat turut mendukung dan menyukseskan pelaksanaan di lapangan.  Melalui Petunjuk Teknis ini diharapkan semua pihak memperoleh pemahaman yang sama tentang Program BLT-RTS.
Sasaran BLT-RTS adalah rumah tangga yang masuk dalam kategori Sangat
Miskin, Miskin, dan Hampir Miskin di Indonesia
c)      Implementor/Aktor/pihak yang terlibat (stakeholders)
         Departemen Komunikasi dan Informatika, Departemen Sosial, bersama dengan Kementerian/Lembaga di Pusat bersama-sam pemerintah daerah Provinsi dan Kabupaten/Kota, Aparat Kecamatan dan Tenaga Kesejahteraan Sosial Masyarakat (Karang Taruna, Kader Taruna Siaga Bencana (TAGANA), pekerja sosial masyarakat (PSM), tokoh agama dan tokoh masyarakat).
         Badan Pusat Statistik (BPS Pusat)
         PT. Pos Indonesia, PT BRI
d)     Keuntungan dan kerugian tiap-tiap actor/stakeholders
Pemerintah Indonesia
         Keuntungan : sebagai salah satu program yang digunakan untuk menyejahterakan masyarakat Indonesia
         Kerugian : membengkaknya dana APBN karena di gunakan untuk bantuan- bantuan atau subsidi yang belum jelas pelaksanaannya.
PT POS dan PT BRI
         Keuntungan : PT tersebut jadi memiliki lebih banyak pelanggan atau konsumen dalam menjalankan bisninnya.
         Kerugian : menambah pekerjaan untuk PT- PT tersebut untuk ikut mengurusi BLT

Ø  Model Implementasi yang tepat
Model Implementasi yang tepat untuk kebijakan BLT adalah model mekanisme paksa (command-control)

Ø  Alasan
Model yang tepat untuk implementasi BLT adalah model mekanisme paksa (command-control). Lembaga publik sebagai lembaga tunggal yang mempunyai monopoli atas mekanisme paksa dan tidak ada mekanisme insentif bagi yg menjalani, namun ada sanksi bagi yg menolak melaksanakan atau melanggarnya


3.      Kebijakan Regulatif,
Kebijakan UMR (Upah Minimum Regional)

Ø  Deskripsi Kebijakan
a)      Definisi Kebijakan BLT (Bantuan Langsung Tunai)
Suatu standar minimum yang digunakan oleh para pengusaha atau pelaku industri untuk memberikan upah kepada pegawai, karyawan atau buruh di dalam lingkungan usaha atau kerjanya. Pemerintah mengatur pengupahan melalui Peraturan Menteri Tenaga Kerja No. 05/Men/1989 tanggal 29 Mei 1989 tentang Upah Minimum. Penetapan upah dilaksanakan setiap tahun melalui proses yang panjang. Mula-mula Dewan Pengupahan Daerah (DPD) yang terdiri dari birokrat, akademisi, buruh dan pengusaha mengadakan rapat, membentuk tim survei dan turun ke lapangan mencari tahu harga sejumlah kebutuhan yang dibutuhkan oleh pegawai, karyawan dan buruh. Setelah survei di sejumlah kota dalam propinsi tersebut yang dianggap representatif, diperoleh angka Kebutuhan Hidup Layak (KHL) - dulu disebut Kebutuhan Hidup Minimum (KHM). Berdasarkan KHL, DPD mengusulkan upah minimum regional (UMR) kepada Gubernur untuk disahkan. KOmponen kebutuhan hidup layak digunakan sebagai dasar penentuan upah minimum berdasarkan kebutuhan hidup pekerja lajang (belum menikah).
Saat ini UMR juga dienal dengan istilah Upah Minimum Propinsi (UMP) karena ruang cakupnya biasanya hanya meliputi suatu propinsi. Selain itu setelah otonomi daerah berlaku penuh, dikenal juga istilah Upah Minimum Kabupaten/Kota (UMK).
b)      Tujuan menjamin buruh mendapatkan upah minimum yang dirasa cukup untuk memenuhi kebutuhan minimumnya.
Sasaran masyarakat buruh yang, terutama untuk masyarakat buruh yangupahnya sangat rendah hingga tidak dapat untuk memenuhi kebutuhan sehari-harinya padahal buruh tersebut harus bekerja sangat keras, jadi apa yang di dapatkan tidak sesuai dengan apa yang dikerjakan.
c)      Implementor/Aktor/pihak yang terlibat (stakeholders)
Pemerintah Indonesia, Pemerintah Daerah/Kota/ Kabupaten, Departemen Ketenagakerjaan, Perusahaan-perusahaan swasta tempat buruh berkerja.
d)     Keuntungan dan kerugian tiap-tiap actor/stakeholders
Pemerintah
         Keuntungan : menambah tingkat kesejahteraan. Program UMR ini meningkatkan pendapatan buruh dari yang sebelumnya sangat rendah sekarang mengalami penambahan dan kehidupan sehari-hari buruh tersebut menjadi lebih terjamin.
         Kerugian : pemerintah akan mendapat protes dari buruh ketika UMR dinilai tidak sesuia atau terlalu rendah dari yang mereka inginkan dan jika terlalu tinggi maka perusahaan swasta yang akan memprotes karena mereka merasa tidak mampu membayar upah buruh yang terlalu tinggi.
Perusahaan Swasta
         Keuntungan : jika UMR tidak terlalu tinggi maka perusahaan dapat membayar upah dengan baik, bahkan beberapa perusahaan yang tidak terlalu memperhatikan kesekjahteraan buruhnya akan menurunkan upah buruh yang sebelumnya lebih tinggi dari batas UMR menjadi setara dengan batas UMR untuk mendapatkan keuntungan lebih.
         Kerugian : ketika batas UMR yang dikeluarkan pemerintah terlalu tinggi hingga tidak sesuai dengan kemampuan para pengusaha swasta maka para pengusaha akan mengalami kerugian yang tinggi hanya untuk member upah buruhnya, bahkan jika sangat tidak sesuai dengan pendapatan perusahaan maka perusahaan tersebut akan mengalami kebangkrutan.

Ø  Model Implementasi yang tepat
Model yang tepat untuk implementasi UMR adalah model mekanisme paksa (command-control)

Ø  Alasan
Model yang tepat untuk implementasi UMR adalah model mekanisme paksa (command-control). Lembaga publik sebagai lembaga tunggal yang mempunyai monopoli atas mekanisme paksa dan tidak ada mekanisme insentif bagi yg menjalani, namun ada sanksi bagi yg menolak melaksanakan atau melanggarnya.


4.      Kebijakan Deregulatif,
Kebijakan : UU Nomor 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi

Ø  Deskripsi Kebijakan
a)      Definisi Kebijakan : UU Nomor 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi
Penyelenggaraan telekomunikasi mempunyai arti strategis dalam upaya memperkukuh persatuan dan kesatuan bangsa, mernperlancar kegiatan pemerintahan, mendukung terciptanya tujuan pemerataan pembangunan dan hasil-hasilnya, serta meningkatkan hubungan antarbangsa. Pengaruh globalisasi dan perkembangan teknologi telekomunikasi yang sangat pesat telah mengakibatkan perubahan yang mendasar dalam penyelenggaraan dan cara pandang terhadap telekomunikasi.
Telekomunikasi adalah setiap pemancaran, pengiriman, dan atau penerimaan dari setiap informasi dalam bentuk tanda-tanda, isyarat, tulisan, gambar, suara, dan bunyi melalui sistem kawat, optik, radio, atau sistem elektromagnetik Iainnya. Alat telekomunikasi adalah setiap alat perlengkapan yang digunakan dalam bertelekomunikasi. Manfaat kebijakan ini adalah tersedianya kebutuhan akan jaringan dan layanan telekomunikasi untuk public, karena jika hanya dimonopoli satu perusahaan pemerintah saja dirasa kurang atau gagal dalam pasar. terbuka dan larangan praktek monopoli kemudahan dalam perizinan kemudahan dalam membangun jaringan telekomunikasi. Dalam kebijakan ini terdapat Potensi- potensi tertentu salah satunya membuka peluang bagi investor-investor swasta untuk mempercepat pemenuhan kebutuhan akan jaringan dan layanan telekomunikasi.
b)      Tujuan dari kebijakan ini adalah dalam rangka melakukan penataan dan pengaturan kembali penyelenggaraan telekomunikasi nasional karena di dalam UU tersebut menegaskan menghapuskan penyediaan telekomunikasi hanya dari pihak pemerintah, sekarang tidak hanya dilakukan oleh pihak pemerintah saja namun juga member kesempatan pihak swasta.
Sasaran penyedia jaringan dan jasa telekomunikasi
c)      Implementor/Aktor/pihak yang terlibat (stakeholders)
Pemerintah, perusahaan telekomunikasi milik negara dan perusahaan telekomunikasi milik swasta
d)     Keuntungan dan kerugian tiap-tiap actor/stakeholders
Pemerintah/ Negara
         Keuntungan : karena UU ini membuka peluang sebesar besarnya untuk inverstor atau perusahaan-perusahaan bukan milik negara memberikan jaringan dan layanan telekomunikasi maka pekerjaan pemerintah terkait hal tersebut lebih berkurang, karena focus utama masyarakat tidak hanya kepada pemerintah. Serta pemerintah mendapat tambahan pendapatan dari adanya perusahaan-perusahaan atau investoe swasta yang baru di Indonesia (pajak). Membuka lapangan kerja baru.
         Kerugian : namun dengan adanya focus utama yang tidak lagi kepada pemerintah ini mengurangi pendapatan negara. Karena kecenderungan investor atau perusahaan swasta dianggap lebih canggih dan up date dari milik pemerintah, sehingga konsumen yang semula kepada perusahaan negara sekarang lebih banyak memilih ke swasta
Perusahaan/ investor swasta
         Keuntungan : membuka lapangan kerja baru, menambah penghasilan baru untuk swasta, memberikan kesempatan swasta untuk ikut memberikan pelayanan public pada masyarakat.
         Kerugian : swasta harus meningkatkan kwalitas produknya dengan harga yang lebih terjangkau bagi masyarakat. Karena mereka bersaing dengan pihak perusahaan milik negara yang modal utamanya dari negara.

Ø  Model Implementasi yang tepat
Model implementasi yang tepat adalah model mekanisme pasar

Ø  Alasan
Model implementasi yang tepat adalah model mekanisme pasar, dimana undang-undang ini mengatur tentang pembebasan telekomunikasi, tidak lagi hanya dimonopoli oleh pemerintah. Pemerintah membuka peluang untuk investor atau pengusaha swasta untuk ikut menyediakan telekomunikasi untuk masyarakat, jika investor ikut melaksanakan kebijakan ini maka ia akan mendapatkan keuntungan yang didapatkannya dari konsumen atau masyarakat namun jika tidak melaksanakannya, ia tidak akan mendapat sanksi apapun baik dari pemerintah maupun masyarakat.

5.      Kebijakan Fundamental,
Kebijakan Perkembangan Kependudukan Dan Pembangunan Keluarga Sejahtera ,

Ø  Deskripsi Kebijakan
a)      Definisi Kebijakan Perkembangan Kependudukan Dan Pembangunan Keluarga Sejahtera 
Pengelolaan upaya perkembangan kependudukan dan pembangunan keluarga sejahtera berasaskan perikehidupan dalam keseimbangan, manfaat, dan pembangunan berkelanjutan untuk mewujudkan manusia Indonesia seutuhnya. Perkembangan kependudukan diarahkan pada pengendalian kuantitas penduduk, pengembangan kualitas penduduk serta pengarahan mobilitas penduduk sebagai potensi sumber daya manusia agar menjadi kekuatan pembangunan bangsa dan ketahanan nasional serta dapat memberikan manfaat sebesar-besarnya bagi penduduk dan mengangkat harkat dan martabat manusia dalam segala matra kependudukannya. Pembangunan keluarga sejahtera diarahkan pada pengembangan kualitas keluarga melalui upaya keluarga berencana dalam rangka membudayakan norma keluarga kecil, bahagia, dan sejahtera.
b)      Tujuan untuk mewujudkan keserasian, keselarasan, dan keseimbangan antara kuantitas, kualitas, persebaran penduduk dengan lingkungan hidup serta mengembangkan kualitas keluarga agar dapat timbul rasa aman, tenteram, dan harapan masa depan yang lebih baik dalam mewujudkan kesejahteraan lahir dan kebahagiaan batin.
Sasaran penduduk seluruh indonesia
c)      Implementor/Aktor/pihak yang terlibat (stakeholders)
Actor yang terlibat dalam kebijakan ini adalah pemerinta
d)     Keuntungan dan kerugian tiap-tiap actor/stakeholders
Pemerintah, dokter, puskesmas
         Keuntungan : sebagai sarana untuk mengendalikan tingkat kepadatan penduduk serta untuk memeratakan kesejahteraan penduduk.
         Kerugian : menambah APBD dan APBN, Karena dalam pelaksanaannya membutuhkan biaya yang cukup banyak

Ø  Model Implementasi yang tepat
Model implementasi yang tepat adalah model hybrid

Ø  Alasan
Model implementasi yang tepat adalah hybrid  karena disini Memadukan model top down dan bottom up. Kebijakan dibuat pemerintah dan dilakukan oleh pemerintah bersama rakyat. Cocok untuk kebijakan yang butuh “win-win solusition”  atau isu simbolik. Yang berasumsi bahwa kebijakan adalah sesuatu yang berkembang, bersifat evolusioner dan Implementasi pasti mereformulasi sekaligus menjalankan kebijakan. Implementasi  merupakan suatu proses yang kontinyu , tidak ada awal atau akhir, implementasi terjadi di semua level kelembagaan publik dan melibatkan aktor politik, birokrasi dan lembaga publik lainnya. Menurut Barret and Fudge (1981) : Implementasi paling baik dipahami dalam term “kontinuum kebijakan – tindakan” dimana proses interaksi dan negosiasi terjadi sepanjang waktu, antara mereka yg melaksanakan kebijakan dan mereka yang tindakannya tergantung kepada pelaksana itu.

6.      Kebijakan non-fundamental,
Kebijakan wajib belajar 9 tahun,

Ø  Deskripsi Kebijakan
a)      Definisi Kebijakan wajib belajar 9 tahun
Negara berkewajiban melaksanakan penyelenggaraan pendidikan wajib belajar 9 tahun untuk setiap warga negara baik yang tinggal di dalam wilayah NKRI maupun di luar negeri. Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.Setiap warga negara mempunyai hak yang sama untuk memperoleh pendidikan yang bermutu. Warga negara yang memiliki kelainan fisik, emosional, mental, intelektual, dan/atau sosial berhak memperoleh pendidikan khusus. Warga negara di daerah terpencil atau terbelakang serta masyarakat adat yang terpencil berhak memperoleh pendidikan layanan khusus. Warga negara yang memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa berhak memperoleh pendidikan khusus. Setiap warga negara berhak mendapat kesempatan meningkatkan pendidikan sepanjang hayat. Setiap warga negara yang berusia tujuh sampai dengan lima belas tahun wajib mengikuti pendidikan dasar. Setiap warga negara bertanggung jawab terhadap keberlangsungan penyelenggaraan pendidikan.
b)      Tujuan berkembangnya potensi peserta didik  agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak  mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis  serta bertanggung jawab.
Sasaran Peserta didik adalah anggota masyarakat yang berusaha mengembangkan potensi diri melalui proses  pembelajaran yang tersedia pada jalur, jenjang, dan jenis pendidikan tertentu.
c)      Implementor/Aktor/pihak yang terlibat (stakeholders)
Pemerintah, dinas pendidikan, sekolah-sekolah baik swasta ataupun negeri
d)     Keuntungan dan kerugian tiap-tiap actor/stakeholders
Pemerintah/ negara
         Keuntungan : pemerintah mengurangi pengangguran, meningkatkan kesejahteraan masyarakat, mencerdaskan penduduk.
         Kerugian : tambahan dana APBN dan APBD, harus menyediakan fasiitas pendidikan yang memadai demi tercapainya wajib pendidikan 9 tahun.
Swasta
         Keuntungan : menambah peluang membuka usaha pendidikan, menambah keuntungan berbisnis
         Kerugian : banyak saingan baru, karena adanya kata wajib dan undang-undang yang mengatur tentang wajib belajar 9 tahun maka banyak swasta yang beralih usaha ke usaha pendidikan.

Ø  Model Implementasi yang tepat
Model implementasi yang tepat untuk wajib belajar 9 tahun adalah model botton up

Ø  Alasan
Model implementasi yang tepat untuk wajib belajar 9 tahun adalah model botton up karena Model implementasi kebijakan dimana kebijakan dibuat oleh pemerintah , namun pelaksanaannya dilakukan oleh rakyat (Riant Nugroho,2004). Pemerintah harus mendapatkan apresiasi yang tinggi dari masyarakat untuk tercapainya wajib belajar 9 tahun.

Oleh : ITA PUSPITASARI

Tidak ada komentar:

Posting Komentar