1. Kebijakan
distributive,
Kebijakan KIA (Kartu Intensif Anak)
di Surakarta
Ø Deskripsi
Program
a) Devinisi kebijakan KIA (Kartu Intensif Anak),
KIA adalah Kartu yang diterbitkan oleh Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kota
Surakarta untuk anak yang berdomisili di
Kota Surakarta, berusia dibawah
18 ( delapan belas ) tahun dan
atau belum menikah. Latar belakang pembuatan KIA adalah Tingkat kesadaran
masyarakat dalam rangka mencari Akta Kelahiran masih belum optimal, Untuk
mempercepat tercapainya cakupan dan penuntasan Akta Kelahiran dan Untuk
memberikan motivasi dan rangsangan kepada masyarakat agar yang bersangkutan
dapat segera mengurus Akta Kelahiran bagi anaknya, Identitas diri setiap anak
harus diberikan sejak kelahiran yang dituangkan dalam akta kelahiran.
Tanggungjawab pemerintah sampai dengan tingkat kelurahan yang dilaksanakan
secara gratis.
KIA ini dibuat dengan maksud untuk mendukung peningkatan
kesejahteraan anak sebagaitataran kehidupan dan penghidupan anak yang dapat
menjamin pertumbuhan dan perkembangannya dengan wajar, baik secara rohani,
jasmani maupun sosial serta juga demi terpenuhinya hak- hak anak dalam
terciptanya kesejahteraan anak. KIA juga mendukung RENSTRANAS tahun 2011, bahwa semua anak Indonesia tercatat
kelahirannya; mendukung RENSTRA Kota Surakarta Tahun 2011, bahwa semua anak
Surakarta tercatat kelahirannya; mendukung program kota Surakarta sebagai Kota
Layak Anak.
b) Tujuan
dari dari kebijakan KIA ini adalah Sebagai Kartu Insentif
Anak yang berdomisili di Kota Surakarta serta memberikan fasilitas tertentu
pada berbagai bidang sesuai kebutuhan anak.
Sasaran
dari
kebijakan KIA adalah untuk anak yang
berdomisili di Kota Surakarta, berusia
dibawah 18 ( delapan belas ) tahun
dan atau belum menikah
c) Implementor/Aktor/pihak yang
terlibat (stakeholders) dalam kebijakan KIA ini antara lain
adalah pihak pemerintah kota Surakarta sebagai pembuat kebijakan juga salah
satu pihak yang terlibat mengimplementasikan kebijakan ini, pemerintah kota
merupakan pihak yang memfasilitasi pembuatan KIA yang ditangani langsung oleh
dinas kependudukan dan catatan sipil kota Surakarta. Selanjutnya pihak yang
kedua adalah pengusaha atau pihak swasta yang menyediakan jasa-jasa dari KIA
sendiri, pihak-pihak swasta tersebut dibagi menjadi empat bagian, pendidikan/
khursus, kesehatan, olahraga dan Boga atau kuliner, pihak-pihak tersebut antara
lain dari pendidikan/ khursus = PT. Gramedia, Pusat Buku Sekawan, Toko Buku
Toga Mas, ELTI Gramedia, ELC, Alfabank; kesehatan = PT. Askes, Optik Pranoto,
Solo Optik; Olahraga = The Sunnan Hotel, PDAM Surakarta, Yayasan Gelora
Manahan; dan Boga = Resoran Taman Pring Sewu, Mie Gajah Mas, Che’es Resto, dll.
d) Keuntungan dan kerugian tiap-tiap
actor/stakeholders
Pemerintah Kota Surakarta
‹
Keuntungan : orang tua yang ingin
anaknya memiliki KIA harus mendaftar sesui prosedur, salah satu prosedurnya
adalah memiliki akte kelahiran, jadi dengan adanya KIA akan memberikan
keuntungan bagi pemerintah kota mempermudah dalam mendata penduduk yang ada di
Surakarta karena seringkali orang tua malas membuatkan akte kelahiran untuk
anak mereka sehingga keberadaan anak tidak di ketahui oleh pemerintah. KIA ini
juga membantu pemerintah untuk meningkatkan kesejahteraan penduduk khususnya
anak-anak serta mensukseskan program kota layak anak yang ada di Surakarta.
‹
Kerugian : pemerintah daerah harus
mengeluarkan anggaran tambahan, menambah APBD untuk keperluan KIA ini.
Perusahaan – perusahaan swasta
‹
Keuntungan : perusahaan-perusahaan
tersebut mendapat lebih banyak pengunjung dan konsumen, sehingga barang-barang
atau jasa yang mereka tawarkan akan lebih diminati oleh konsumen.
‹
Kerugian : KIA memberikan intensif bagi
anak-anak yang memilikinya, selain menguntungkan perusahaan karena banyak
konsumen namun juga harus sedikit memberikan kerugian untuk memberikan
diskon-diskon khusus pada anak-anak yang memiliki KIA.
Ø Model
Implementasi yang tepat
Model
implementasi yang tepat untuk pelaksanaan kebijakan KIA (Kartu Intensif Anak)
ini adalah mekanisme pasar
Ø Alasan
Model mekanisme
pasar dinilai lebih tepat untuk implementasi KIA (Kartu Intensif Anak) karena
model mekanisme pasar memberikan intensif bagi yang melaksanakan atau mengikuti
kebijakan KIA (Kartu Intensif Anak) sedangkan untuk yang tidak melaksanakan
kebijakan ini tidak akan mendapat intensif namun juga tidak mendapatkan sanksi.
KIA di peruntukkan untuk anak-anak di Surakarta, targetnya saat ini adalah 1000
anak. Karena maksud pembuatan kebijakan agar anak lebih sejahtera serta
keuntungan bagi anak dan tidak memberikan sanksi apapun bagi yang tidak
memiliki KIA maka kebijakan ini tepat diimplementasikan dengan model mekanisme
pasar.
2. Kebijakan
Redistributiv,
Kebijakan BLT (Bantuan Langsung
Tunai) untuk Rumah Tangga Sasaran
Ø Deskripsi
Kebijakan
a) Definisi Kebijakan
BLT (Bantuan Langsung Tunai) untuk Rumah Tangga Sasaran
Kebijakan in
adalah dalam rangka kompensasi pengurangan subsidi BBM, Program BLT-RTS pelaksanaannya harus langsung menyentuh dan
memberi manfaat langsung kepada masyarakat miskin, mendorong tanggung jawab
sosial bersama dan dapat menumbuhkan kepercayaan masyarakat kepada perhatian
pemerintah yang secara konsisten benar-benar memperhatikan Rumah Tangga Sasaran
yang pasti merasakan beban yang berat dari kenaikan harga BBM. Segala biaya
yang diperlukan dalam rangka penyiapan, pelaksanaan, pengendalian, dan
pengawasan program pemberian bantuan langsung tunai kepada rumah tangga
sasaran. Program ini merupakan bentuk bantuan yang diberikan pemerintah kepada
masyarakat miskin. Program tersebut berupa bantuan subsidi langsung tunai tanpa
adanya syarat kepada rumah tangga miskin.
b) Tujuan BLT-RTS : 1) Membantu masyarakat miskin agar
tetap dapat memenuhi kebutuhan dasarnya; 2) Mencegah penurunan taraf
kesejahteraan masyarakat miskin akibat kesulitan ekonomi; 3) Meningkatkan
tanggung jawab sosial bersama. Pencapaian tujuan Program BLT-RTS dapat dicapai
jika semua pihak dari pusat sampai desa/kelurahan bersamasama masyarakat turut
mendukung dan menyukseskan pelaksanaan di lapangan. Melalui Petunjuk Teknis ini diharapkan semua
pihak memperoleh pemahaman yang sama tentang Program BLT-RTS.
Sasaran
BLT-RTS
adalah rumah tangga yang masuk dalam kategori Sangat
Miskin, Miskin, dan Hampir Miskin
di Indonesia
c) Implementor/Aktor/pihak yang
terlibat (stakeholders)
‹
Departemen Komunikasi dan Informatika,
Departemen Sosial, bersama dengan Kementerian/Lembaga di Pusat bersama-sam
pemerintah daerah Provinsi dan Kabupaten/Kota, Aparat Kecamatan dan Tenaga
Kesejahteraan Sosial Masyarakat (Karang Taruna, Kader Taruna Siaga Bencana
(TAGANA), pekerja sosial masyarakat (PSM), tokoh agama dan tokoh masyarakat).
‹
Badan Pusat Statistik (BPS Pusat)
‹
PT. Pos Indonesia, PT BRI
d) Keuntungan dan kerugian tiap-tiap
actor/stakeholders
Pemerintah Indonesia
‹
Keuntungan : sebagai salah satu program yang
digunakan untuk menyejahterakan masyarakat Indonesia
‹
Kerugian : membengkaknya dana APBN
karena di gunakan untuk bantuan- bantuan atau subsidi yang belum jelas
pelaksanaannya.
PT POS dan PT BRI
‹
Keuntungan : PT tersebut jadi memiliki
lebih banyak pelanggan atau konsumen dalam menjalankan bisninnya.
‹
Kerugian : menambah pekerjaan untuk PT-
PT tersebut untuk ikut mengurusi BLT
Ø Model
Implementasi yang tepat
Model
Implementasi yang tepat untuk kebijakan BLT adalah model mekanisme paksa (command-control)
Ø Alasan
Model
yang tepat untuk implementasi BLT adalah model mekanisme paksa (command-control). Lembaga publik
sebagai lembaga tunggal yang mempunyai monopoli atas mekanisme paksa dan tidak ada mekanisme insentif bagi yg
menjalani, namun ada sanksi bagi
yg menolak melaksanakan atau melanggarnya
3. Kebijakan
Regulatif,
Kebijakan UMR (Upah Minimum
Regional)
Ø Deskripsi
Kebijakan
a)
Definisi
Kebijakan
BLT (Bantuan Langsung Tunai)
Suatu
standar
minimum
yang digunakan oleh para pengusaha atau pelaku industri
untuk memberikan upah
kepada pegawai,
karyawan
atau buruh
di dalam lingkungan usaha atau kerjanya. Pemerintah mengatur pengupahan melalui
Peraturan Menteri Tenaga Kerja No. 05/Men/1989 tanggal 29 Mei 1989 tentang Upah
Minimum. Penetapan upah dilaksanakan setiap tahun melalui proses yang panjang.
Mula-mula Dewan Pengupahan Daerah (DPD) yang terdiri dari birokrat,
akademisi,
buruh
dan pengusaha
mengadakan rapat,
membentuk tim
survei
dan turun ke lapangan mencari tahu harga
sejumlah kebutuhan yang dibutuhkan oleh pegawai, karyawan dan buruh. Setelah
survei di sejumlah kota dalam propinsi tersebut yang dianggap representatif,
diperoleh angka Kebutuhan Hidup
Layak (KHL) - dulu disebut Kebutuhan Hidup Minimum (KHM).
Berdasarkan KHL, DPD mengusulkan upah minimum regional (UMR) kepada Gubernur
untuk disahkan. KOmponen kebutuhan hidup layak digunakan sebagai dasar
penentuan upah minimum berdasarkan
kebutuhan hidup pekerja lajang (belum menikah).
Saat
ini UMR juga dienal dengan istilah Upah Minimum Propinsi (UMP) karena ruang
cakupnya biasanya hanya meliputi suatu propinsi. Selain itu setelah otonomi
daerah berlaku penuh, dikenal juga istilah Upah
Minimum Kabupaten/Kota (UMK).
b)
Tujuan
menjamin
buruh mendapatkan upah minimum yang dirasa cukup untuk memenuhi kebutuhan minimumnya.
Sasaran
masyarakat buruh yang, terutama untuk masyarakat buruh yangupahnya sangat
rendah hingga tidak dapat untuk memenuhi kebutuhan sehari-harinya padahal buruh
tersebut harus bekerja sangat keras, jadi apa yang di dapatkan tidak sesuai
dengan apa yang dikerjakan.
c)
Implementor/Aktor/pihak
yang terlibat (stakeholders)
Pemerintah
Indonesia, Pemerintah Daerah/Kota/ Kabupaten, Departemen Ketenagakerjaan,
Perusahaan-perusahaan swasta tempat buruh berkerja.
d)
Keuntungan
dan kerugian tiap-tiap actor/stakeholders
Pemerintah
‹
Keuntungan : menambah tingkat
kesejahteraan. Program UMR ini meningkatkan pendapatan buruh dari yang
sebelumnya sangat rendah sekarang mengalami penambahan dan kehidupan
sehari-hari buruh tersebut menjadi lebih terjamin.
‹
Kerugian : pemerintah akan mendapat
protes dari buruh ketika UMR dinilai tidak sesuia atau terlalu rendah dari yang
mereka inginkan dan jika terlalu tinggi maka perusahaan swasta yang akan
memprotes karena mereka merasa tidak mampu membayar upah buruh yang terlalu
tinggi.
Perusahaan Swasta
‹
Keuntungan : jika UMR tidak terlalu
tinggi maka perusahaan dapat membayar upah dengan baik, bahkan beberapa
perusahaan yang tidak terlalu memperhatikan kesekjahteraan buruhnya akan
menurunkan upah buruh yang sebelumnya lebih tinggi dari batas UMR menjadi
setara dengan batas UMR untuk mendapatkan keuntungan lebih.
‹
Kerugian : ketika batas UMR yang
dikeluarkan pemerintah terlalu tinggi hingga tidak sesuai dengan kemampuan para
pengusaha swasta maka para pengusaha akan mengalami kerugian yang tinggi hanya
untuk member upah buruhnya, bahkan jika sangat tidak sesuai dengan pendapatan
perusahaan maka perusahaan tersebut akan mengalami kebangkrutan.
Ø Model
Implementasi yang tepat
Model yang tepat untuk implementasi
UMR adalah model mekanisme paksa (command-control)
Ø Alasan
Model yang tepat untuk implementasi UMR adalah model
mekanisme paksa (command-control).
Lembaga publik sebagai lembaga tunggal yang mempunyai monopoli atas mekanisme
paksa dan tidak ada mekanisme insentif bagi
yg menjalani, namun ada sanksi bagi
yg menolak melaksanakan atau melanggarnya.
4. Kebijakan
Deregulatif,
Kebijakan : UU Nomor 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi
Ø Deskripsi
Kebijakan
a)
Definisi
Kebijakan
: UU Nomor 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi
Penyelenggaraan
telekomunikasi mempunyai arti strategis dalam upaya memperkukuh persatuan dan
kesatuan bangsa, mernperlancar kegiatan pemerintahan, mendukung terciptanya
tujuan pemerataan pembangunan dan hasil-hasilnya, serta meningkatkan hubungan
antarbangsa. Pengaruh globalisasi dan perkembangan teknologi telekomunikasi
yang sangat pesat telah mengakibatkan perubahan yang mendasar dalam
penyelenggaraan dan cara pandang terhadap telekomunikasi.
Telekomunikasi
adalah setiap pemancaran, pengiriman, dan atau penerimaan dari setiap informasi
dalam bentuk tanda-tanda, isyarat, tulisan, gambar, suara, dan bunyi melalui
sistem kawat, optik, radio, atau sistem elektromagnetik Iainnya. Alat
telekomunikasi adalah setiap alat perlengkapan yang digunakan dalam
bertelekomunikasi. Manfaat kebijakan ini adalah tersedianya kebutuhan akan
jaringan dan layanan telekomunikasi untuk public, karena jika hanya dimonopoli
satu perusahaan pemerintah saja dirasa kurang atau gagal dalam pasar. terbuka
dan larangan praktek monopoli kemudahan dalam perizinan kemudahan dalam
membangun jaringan telekomunikasi. Dalam kebijakan ini terdapat Potensi-
potensi tertentu salah satunya membuka peluang
bagi investor-investor swasta untuk mempercepat pemenuhan kebutuhan akan
jaringan dan layanan telekomunikasi.
b)
Tujuan
dari
kebijakan ini adalah dalam rangka melakukan
penataan dan pengaturan kembali penyelenggaraan telekomunikasi nasional karena
di dalam UU tersebut menegaskan menghapuskan penyediaan telekomunikasi hanya
dari pihak pemerintah, sekarang tidak hanya dilakukan oleh pihak pemerintah
saja namun juga member kesempatan pihak swasta.
Sasaran penyedia
jaringan dan jasa telekomunikasi
c)
Implementor/Aktor/pihak
yang terlibat (stakeholders)
Pemerintah,
perusahaan telekomunikasi milik negara dan perusahaan telekomunikasi milik swasta
d)
Keuntungan
dan kerugian tiap-tiap actor/stakeholders
Pemerintah/
Negara
‹
Keuntungan : karena UU ini membuka
peluang sebesar besarnya untuk inverstor atau perusahaan-perusahaan bukan milik
negara memberikan jaringan dan layanan telekomunikasi maka pekerjaan pemerintah
terkait hal tersebut lebih berkurang, karena focus utama masyarakat tidak hanya
kepada pemerintah. Serta pemerintah mendapat tambahan pendapatan dari adanya
perusahaan-perusahaan atau investoe swasta yang baru di Indonesia (pajak).
Membuka lapangan kerja baru.
‹
Kerugian : namun dengan adanya focus
utama yang tidak lagi kepada pemerintah ini mengurangi pendapatan negara.
Karena kecenderungan investor atau perusahaan swasta dianggap lebih canggih dan
up date dari milik pemerintah, sehingga konsumen yang semula kepada perusahaan
negara sekarang lebih banyak memilih ke swasta
Perusahaan/ investor swasta
‹
Keuntungan : membuka lapangan kerja
baru, menambah penghasilan baru untuk swasta, memberikan kesempatan swasta
untuk ikut memberikan pelayanan public pada masyarakat.
‹
Kerugian : swasta harus meningkatkan
kwalitas produknya dengan harga yang lebih terjangkau bagi masyarakat. Karena
mereka bersaing dengan pihak perusahaan milik negara yang modal utamanya dari
negara.
Ø Model
Implementasi yang tepat
Model
implementasi yang tepat adalah model mekanisme pasar
Ø Alasan
Model
implementasi yang tepat adalah model mekanisme pasar, dimana undang-undang ini
mengatur tentang pembebasan telekomunikasi, tidak lagi hanya dimonopoli oleh
pemerintah. Pemerintah membuka peluang untuk investor atau pengusaha swasta
untuk ikut menyediakan telekomunikasi untuk masyarakat, jika investor ikut
melaksanakan kebijakan ini maka ia akan mendapatkan keuntungan yang
didapatkannya dari konsumen atau masyarakat namun jika tidak melaksanakannya,
ia tidak akan mendapat sanksi apapun baik dari pemerintah maupun masyarakat.
5. Kebijakan
Fundamental,
Kebijakan Perkembangan Kependudukan Dan Pembangunan Keluarga
Sejahtera ,
Ø Deskripsi
Kebijakan
a)
Definisi
Kebijakan
Perkembangan Kependudukan Dan
Pembangunan Keluarga Sejahtera
Pengelolaan
upaya perkembangan kependudukan dan pembangunan keluarga sejahtera berasaskan
perikehidupan dalam keseimbangan, manfaat, dan pembangunan berkelanjutan untuk
mewujudkan manusia Indonesia seutuhnya. Perkembangan kependudukan diarahkan
pada pengendalian kuantitas penduduk, pengembangan kualitas penduduk serta
pengarahan mobilitas penduduk sebagai potensi sumber daya manusia agar menjadi
kekuatan pembangunan bangsa dan ketahanan nasional serta dapat memberikan
manfaat sebesar-besarnya bagi penduduk dan mengangkat harkat dan martabat
manusia dalam segala matra kependudukannya. Pembangunan keluarga sejahtera
diarahkan pada pengembangan kualitas keluarga melalui upaya keluarga berencana
dalam rangka membudayakan norma keluarga kecil, bahagia, dan sejahtera.
b)
Tujuan
untuk
mewujudkan keserasian, keselarasan, dan keseimbangan antara kuantitas,
kualitas, persebaran penduduk dengan lingkungan hidup serta mengembangkan
kualitas keluarga agar dapat timbul rasa aman, tenteram, dan harapan masa depan
yang lebih baik dalam mewujudkan kesejahteraan lahir dan kebahagiaan batin.
Sasaran penduduk
seluruh indonesia
c)
Implementor/Aktor/pihak
yang terlibat (stakeholders)
Actor
yang terlibat dalam kebijakan ini adalah pemerinta
d)
Keuntungan
dan kerugian tiap-tiap actor/stakeholders
Pemerintah,
dokter, puskesmas
‹
Keuntungan : sebagai sarana untuk
mengendalikan tingkat kepadatan penduduk serta untuk memeratakan kesejahteraan
penduduk.
‹
Kerugian : menambah APBD dan APBN, Karena
dalam pelaksanaannya membutuhkan biaya yang cukup banyak
Ø Model
Implementasi yang tepat
Model
implementasi yang tepat adalah model hybrid
Ø Alasan
Model implementasi yang tepat adalah hybrid karena disini Memadukan model top down dan
bottom up. Kebijakan dibuat pemerintah dan dilakukan oleh pemerintah bersama rakyat. Cocok untuk
kebijakan yang butuh “win-win
solusition” atau isu simbolik. Yang berasumsi bahwa kebijakan
adalah sesuatu yang berkembang, bersifat evolusioner dan Implementasi pasti mereformulasi
sekaligus menjalankan kebijakan. Implementasi
merupakan suatu proses yang kontinyu , tidak ada awal atau
akhir, implementasi terjadi di semua level kelembagaan publik dan melibatkan
aktor politik, birokrasi dan lembaga publik lainnya. Menurut Barret and Fudge
(1981) : Implementasi paling baik dipahami dalam term “kontinuum kebijakan –
tindakan” dimana proses interaksi dan negosiasi terjadi sepanjang
waktu, antara mereka yg melaksanakan kebijakan dan mereka yang
tindakannya tergantung kepada pelaksana itu.
6. Kebijakan
non-fundamental,
Kebijakan wajib belajar 9 tahun,
Ø Deskripsi
Kebijakan
a)
Definisi
Kebijakan
wajib belajar 9 tahun
Negara berkewajiban melaksanakan penyelenggaraan pendidikan
wajib belajar 9 tahun untuk setiap warga negara baik yang tinggal di dalam
wilayah NKRI maupun di luar negeri. Pendidikan nasional
berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa
yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk
berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan
bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap,
kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung
jawab.Setiap warga negara mempunyai hak yang sama untuk memperoleh pendidikan
yang bermutu. Warga negara yang memiliki kelainan fisik, emosional, mental,
intelektual, dan/atau sosial berhak memperoleh pendidikan khusus. Warga negara
di daerah terpencil atau terbelakang serta masyarakat adat yang terpencil berhak
memperoleh pendidikan layanan khusus. Warga negara yang memiliki potensi
kecerdasan dan bakat istimewa berhak memperoleh pendidikan khusus. Setiap warga
negara berhak mendapat kesempatan meningkatkan pendidikan sepanjang hayat.
Setiap warga negara yang berusia tujuh sampai dengan lima belas tahun wajib
mengikuti pendidikan dasar. Setiap warga negara bertanggung jawab terhadap
keberlangsungan penyelenggaraan pendidikan.
b)
Tujuan
berkembangnya
potensi peserta didik agar menjadi
manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif,
mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.
Sasaran Peserta
didik adalah anggota masyarakat yang berusaha mengembangkan potensi diri
melalui proses pembelajaran yang
tersedia pada jalur, jenjang, dan jenis pendidikan tertentu.
c)
Implementor/Aktor/pihak
yang terlibat (stakeholders)
Pemerintah,
dinas pendidikan, sekolah-sekolah baik swasta ataupun negeri
d)
Keuntungan
dan kerugian tiap-tiap actor/stakeholders
Pemerintah/
negara
‹
Keuntungan : pemerintah mengurangi
pengangguran, meningkatkan kesejahteraan masyarakat, mencerdaskan penduduk.
‹
Kerugian : tambahan dana APBN dan APBD,
harus menyediakan fasiitas pendidikan yang memadai demi tercapainya wajib
pendidikan 9 tahun.
Swasta
‹
Keuntungan : menambah peluang membuka
usaha pendidikan, menambah keuntungan berbisnis
‹
Kerugian : banyak saingan baru, karena
adanya kata wajib dan undang-undang yang mengatur tentang wajib belajar 9 tahun
maka banyak swasta yang beralih usaha ke usaha pendidikan.
Ø Model
Implementasi yang tepat
Model implementasi yang tepat untuk
wajib belajar 9 tahun adalah model botton up
Ø Alasan
Model
implementasi yang tepat untuk wajib belajar 9 tahun adalah model botton up
karena Model implementasi kebijakan dimana kebijakan dibuat oleh pemerintah , namun pelaksanaannya dilakukan oleh rakyat (Riant Nugroho,2004). Pemerintah harus mendapatkan
apresiasi yang tinggi dari masyarakat untuk tercapainya wajib belajar 9 tahun.
Oleh
: ITA PUSPITASARI